Jumat, 11 Mei 2012

tokoh tokoh musik indonesia


  • Manthous

    Manthous, nama asli Sumanto Sugiantono (Anto), adalah tokoh dan penemu musik campursari, ia dilahirkan di Desa Playen, Gunung Kidul - Daerah Istimewa Yogyakarta 10 April 1950 dan meningal di Jakarta pada tanggal 9 Maret 2012 (usia 62 tahun). Pengalaman di Jakarta bersama BJ SoepardiBenyamin SuebIdris SardiBing Slamet, Grup Kwartet Jaya dan lain-lain. Ia kemudian mendirikan Grup Campursari Maju Jaya di Gunung Kidul. 

    Pada tahun 1969 dia bergabung dengan Orkes Keroncong Bintang Jakarta pimpinan BJ Soepardi sebagai pemain cello petik. Namun kemudian, pada tahun tahun 1976, Manthous yang juga piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock bersama dengan Bieb anak Benyamin Sueb. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Ia adalah juru rekam Musica Studio. Kemudian, Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin Sueb. Selain itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam Grup Kwartet Jaya. Tahun 1990 ia berkenalan dengan A. Riyanto yang memiliki studio di Cepete, dan sering membuat rekaman di studio ini. 


    Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous menguasai aliran musik apa pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga menjadi panutan karena mampu mencipta trik-trik permainan bas, yang kemudian ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang.
    Pada tahun 1993, Manthous mendirikan Grup Musik Campursari Maju Lancar Gunung Kidul. Garapannya menampilkan kekhasan campursari dengan langgam-langgam Jawa yang sudah ada. Ada warna rock, reggae, gambang kromong, dan lainnya. Ada juga tembang Jawa murni seperti Kutut Manggung, atau Bowo Asmorondono, dengan gamelan yang diwarnai keyboard dan gitar bas. Bersama grup musik yang berdiri tahun 1993 dan beranggotakan saudara atau rekan sedaerah di Playen, Gunungkidul, Yogyakarta itu.

    Manthous menyelesaikan sejumlah volume rekaman di Semarang. Omzet penjualan mencapai 50.000 kaset setiap volume, tertinggi dibanding kaset langgam atau keroncong umumnya pada tahun-tahun pertengahan 1990-an.Di samping menyanyi sendiri dalam kegiatan rekaman itu Manthuos juga menampilkan suara penyanyi Sulasmi dari Sragen, Minul dari Gunungkidul, dan Sunyahni dari Karanganyar. Beberapa lagunya yang populer di antaranya Anting-anting, Nyidamsari, Gandrung, dan Kutut Manggung. Namun, karya besarnya yang banyak dikenal oleh orang Indonesia adalah Getuk yang pertama kali dipopulerkan oleh Nurafni Octavia.

    Sampai sebelum akhirnya terkena serangan stroke pada tahun 1995, Manthous bersama Grup Campursari Maju Lancar Gunungkidul menjadi kiblat bagi para pencinta lagu-lagu langgam Jawa dan campursari. Tahun 2002 ia mulai memakai kursi roda akibat stoke, namun hingga akhir hayatnya ia masih aktif bernyanyi meski memakai kursi roda. Terakhir ia tinggal di Perumahan Bukit Pamulang, Tanggerang. Ia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Pamulang pada tanggal 9 maret 2012, dan tanggal 10 Maret 2012 dibawa lewat jalan darat ke Gunung Kidul.



    Didi Kempot


    Didi Kempot (lahir di Surakarta31 Desember 1966; umur 45 tahun) adalah seorangpenyanyi campursari dari Jawa Tengah. Didi Kempot merupakan putra dari pelawak terkenal dari kota Solo, Ranto Edi Gudel (Almarhum) yang lebih dikenal dengan nama mbah Ranto. Dia bersaudara dengan Mamiek Podang, pelawak senior Srimulat.
    Didi Kempot merupakan penyanyi campursari kebanggaan kota Solo, di samping Gesang(maestro keroncong) dan Tia AFI (juara Akademi Fantasi Indosiar 2). Saat ini Didi Kempot tinggal di daerah Sumber, Solo.

    Didi Prasetyo, atau lebih dikenal dengan Didi Kempot, adalah tokoh campursari pasca-Manthous. Didi Kempot yang lahir di Solo, 31 Desember 1966, itu hanya jebolan kelas II SMA. Awalnya anak dari Ranto Eddy Gudel, pelawak terkenal dari Solo itu adalah seorang pengamen. Dari dunia "jalanan" itulah, lahir lagu-lagunya yang kemudian menjadi hit, seperti Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Tulung, Cucak Rowo, Wen-Cen-Yu, Yang Penting Hepi, dan Moblong Moblong. Khusus untuk Cucak Rowo, sebenarnya lagu ini merupakan remake atau pembuatan ulang dari lagu lama di Indonesia.

    Saat ini, nama Didi Kempot sangat terkenal dan selalu dikaitkan dengan langgam Jawa dan Campursari. Didi tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga Suriname dan Belanda. Di kalangan masyarakat Jawa atau keturunan Jawa, dia dianggap sebagai superstar. Bahkan, ketikaPresiden Suriname, Weyden Bosch datang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1998, beliau mengundang Didi secara pribadi. Berkat dedikasinya kepada musik dan lagu berwarna langgam Jawa, oleh warga Jawa di Belanda, dia kemudian diberi gelar Penyanyi Jawa Teladan.

    Album pertama Didi muncul pada tahun 1999. Di dalamnya terdapat lagu Cidro dan Stasiun Balapan. Semula tidak ada seorang pun pedagang kaset yang melirik karyanya. Mungkin karena warna musiknya yang lain, dan gayanya yang edan, dibandingkan lagu Manthous dan Anjar Any yang sedang populer di tahun 1990-an. Namun, kemudian, album pertamanya ternyata meledak di pasaran. Sejak saat itu, Didi mulai merasa yakin untuk menekuni tembang-tembang Jawa. Adik dari pelawak Mamiek Prakosa ini kemudian menjadi salah satu ikon dari campur sari. Tawaran untuk membuat album pun datang dengan deras, bahkan dia pernah membuat 12 album sekaligus dalam satu tahun.


    Gesang

    Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir di SurakartaJawa Tengah1 Oktober 1917 – meninggal di SurakartaJawa Tengah20 Mei 2010 pada umur 92 tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia. Dikenal sebagai "maestrokeroncong Indonesia," ia terkenal lewat lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal diAsia, terutama di Indonesia dan Jepang. Lagu 'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa (termasuk bahasa Inggrisbahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang) .

    Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir di SurakartaJawa Tengah1 Oktober 1917 – meninggal di SurakartaJawa Tengah20 Mei 2010 pada umur 92 tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia. Dikenal sebagai "maestrokeroncong Indonesia," ia terkenal lewat lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal diAsia, terutama di Indonesia dan Jepang. Lagu 'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa (termasuk bahasa Inggrisbahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang) .


    Gesang tinggal di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo bersama keponakan dan keluarganya, setelah sebelumnya tinggal di rumahnya Perumnas Palur pemberian Gubernur Jawa Tengah tahun 1980 selama 20 tahun. Ia telah berpisah dengan istrinya tahun 1962. Selepasnya, memilih untuk hidup sendiri. Ia tak mempunyai anak.
    Gesang pada awalnya bukanlah seorang pencipta lagu. Dulu, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara dan pestakecil-kecilan saja di kota Solo. Ia juga pernah menciptakan beberapa lagu, seperti; Keroncong Roda DuniaKeroncong si Piatu, danSapu Tangan, pada masa perang dunia II. Sayangnya, ketiga lagu ini kurang mendapat sambutan dari masyarakat.
    Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.
    Gesang sempat dikabarkan meninggal dunia pada tanggal 18 Mei 2010 setelah kesehatannya dilaporkan memburuk.
    Gesang dilarikan ke rumah sakit akibat kesehatannya menurun pada Rabu (19/05/2010). Selanjutnya, Gesang harus dirawat di ruang ICU sejak Minggu (16/5) karena kesehatannya terus menurun. Rumah sakit membentuk sebuah tim untuk menangani kesehatan yang terdiri dari lima dokter spesialis yang berbeda. Hingga akhirnya beliau meninggal pada hari Kamis (20/05/2010) Pukul 18:10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.